Pertama, saya ingin mengucapkan ucapan duka yang sebesar-besarnya atas wafatnya Michelle Trachentenbrg beberapa hari yang lalu. Tentu saja, saya tidak mengenal Michelle Trachentenberg secara langsung, hanya mengetahuinya via karya-karnya seperti film Harriet the Spy (1996) dan Eurotrip (2004). Terlebih, Michelle Trachentenbrg ini seperti salah satu icon Mileneals pada masanya, sehingga banyak selebriti maupun media yang posting ucapan berduka ketika ia wafat.

Yang bikin saya tercengang adalah, bahwa ternyata Michelle Trachentenbrg pernah main satu film bareng Matthew Perry alias Chandler Bing yang sangat iconic di sitkom Firends. Film tersebut judulnya adalah 17 Again (2009). Keduanya seolah-olah reunian di alam sana, makanya saya langsung nonton film ini.

Simsak tulisan saya di Mojok berikut ini: Sitkom ‘Friends’ Adalah Sitkom Era 90-an Paling Ikonik Sepanjang Masa

Baca tulisan saya berikut ini: Chandler Bing, Karakter Favorit Saya pada Sitkom Friends

Alih-alih menonton film 17 Again (2009) pada tahun 2009 dan sekitarnya, saya malah baru menonton film ini pada tahun 2025. Saat itu saya masih duduk di bangku SMA. Zac Efron sebagai pemeran utama pada film ini emang udah terkenal lewat film High School Musical yang lagi booming-boomingnya di kalangan Mileneal lewat Disney Channel. Saya waktu itu gak tertarik karena sudah tahu storylinenya tentang seseorang yang kembali muda, mengulang masa remajanya, cerita generik yang mirip seperti film Freaky Friday (2003) atau Click (2006).

Menonton 17 Again (2009) di usia 33 tahun terasa berbeda. Hal ini dikarenakan, tokoh utama dalam film ini, Mike O'Donnell (Matthew Perry), sedang berada di titik terendah dalam hidupnya. Ia baru saja dipecat dari pekerjaannya karena menuntut kenaikan jabata pada bosnya di kantor. Ia pun sedang proses perceraian dengan istrinya, Scarlet (Leslie Mann) yang sudah ia nikahi sejak ia lulus SMA, dan ia pun somehow tidak dekat dengan kedua anaknya, Maggie (Michelle Trachentenbrg) dan Alex (Sterling Knight). Ia pun terpaksa tinggal di rumah sahabatnya semasa SMA, Ned (Thomas Lennon) karena diusir oleh istrinya.

Mike terus-terusan mengenang masa SMAnya sambil menyesali keputusan yang ia buat dulu. Ia berpikir, “Kalau dulu fokus basket dan gak nikah sama Scarlet, hidupku pasti akan lebih bagus. Dapat beasiswa ke kampus favorit dan hidup lebih baik dari ini.”

Suatu ketika, Mike yang ingin menolong bapak-bapak random yang mau bunuh diri, malah kembali muda. Mike kembali ke usia 17 tahun (Zac Efron), kembali ke bangku SMA dengan identitas palsu, meminjam Ned sebagai ayah dari identitas palsunya, dan berusaha memperbaiki keretakan hubungan dengan istri dan kedua anaknya sambil dibantu Ned, tentu saja.

Mike versi tua dan Mike versi muda

Sebagai film drama komedi generik, tentu kita semua bisa menebak apa yang terjadi di akhir cerita, bukan? Tapi ya menonton ini saat saya berusia lebih dari 30 tahun pun saya akhirnya jadi relate dengan apa yang dirasakan Mike (Matthew Perry). Menyesali keputusan yang kita ambil di usia muda itu memang sangatlah membagongkan. Penyesalan karena salah mengambil jurusan saat kuliah, penyesalan karena salah memilih pasangan hidup, hingga penyesalan atas keputusan finansial yang dilakukan semasa muda, seperti tidak membeli saham Apple dan Starbucks di awal pendiriannya, atau tidak membeli bitcoin di tahun 2010. Intinya, penyesalan itu pasti ada pada benak setiap orang.

Kalau dipikir-pikir, penyesalan itu terjadi karena saat muda, kita tidak punya pengalaman dan kecerdasan seperti saat ini. Anak muda dengan semangat muda dan hormon yang menggebu-gebu cenderung salah dalam mengambil keputusan dalam hidup meski misalnya ia punya privilege orang tua yang punya pengalaman segudang atau akses unlimited internet maupun buku untuk belajar.

Dalam film ini, Mike pun punya penyelesalan karena tidak berhasil jadi sosok suami yang baik untuk istrinya. Ia pun menyesal karena tidak berhasil jadi sosok ayah yang baik bagi Maggie dan Alex, anak-anaknya. Bukan karena ia brengsek, dalam artian tidak bekerja menafkahi mereka atau merupakan seorang ayah alkoholik yang suka mukulin istri dan anaknya, tapi karena itu merupakan ketidaksempurnaannya sebagai seorang manusia, jadinya ya wajar saja.

Yang lebih bikin sedih adalah, sosok Mike pada film ini pun punya penyesalan mendalam tidak saja pada filmnya. Ia tidak hanya punya trauma pada film atau series yang ia mainkan. Matthew Perry benar-benar punya penyesalan dan sisi kelamnya sendiri.

Ia masih trauma dengan perceraian orang tuanya. Ia pun mengalami kecanduan alkohol sejak remaja. Ia pun rutin mengkonsumsi obat-obatan setelah mengalami kecelakaan di tahun 90an. Bahkan ia pun sempat berkata bahwa ia tidak mengingat sebagian besar episode sitkom Friends karena ia berada dalam pengaruh obat-obatan yang ia konsomsi. Jadi, ketika ia menghibur kita semua, ia sendiri struggling dalam hidupnya. Banyak lelucon sarkastik dan tingkah awkward Chandler itu bukan semata-mata skenrio saja, tapi merupakan copy mechanism dari apa yang dirasakan Matthew di kehidupan nyata.

Di film ini, karakter Mike O’Donnell alias Matthew Pery, mendapatkan kesempatan kedua untuk memperbaiki hidupnya dengan kembali ke usia 17 tahun. Ia punya kesempatan kedua untuk mengubah pilihan-pilihan hidupnya dan memperbaiki hubungannya dengan istri dan kedua anaknya. Sayangnya, di kehidupan nyata, Matthew Perry dan tentu saja, kita semua, tidak punya kesempatan kedua seperti itu. At the end of the day, Matthew Perry terus berusaha untuk pulih dari kecanduan yang ia rasakan. Ia pun berupaya pulih dari rasa kesepian akut akibat trauma di masa lalunya, tapi hingga akhir hidupnya, ia tidak mendapatkan kesembuhan dari kecanduan dan rasa sepinya.

Selain itu, saya pun sedih dengan meninggalnya Michelle Trachtenberg, makanya saya menonton film ini, bukan hanya faktor Matthew Perry dan Zac Efron semata. Michelle Trachtenberg dikenal sejak kecil lewat perannya di berbagai film dan serial seperti Harriet the Spy, Buffy the Vampire Slayer, dan film EuroTrip. Bagi Mileneal, ia adalah sosok iconic. Rasanya aneh, melihat seseorang yang pernah tumbuh bersama kita di layar kaca, saat ini sudah tidak ada, tapi kita terus-terusan melihatnya dalam sosok muda terus-terusan karena ia abadi, mau kita tonton 50 tahun sekalipun.

Pada intinya, selamat jalan Matthew Perry dan Michelle Trachtenberg, terimakasih telah menghibur saya dan jutaan orang di seluruh dunia dengan karya-karyamu.