Saya tidak tahu dari mana persisnya saya dapat wangsit untuk nonton film yang berjudul Better Days. Yang pasti, saya nonton ini karena melihat cuplikan adegan film ini di media sosial, dan langsung menontonnya.

Film ini diawali dengan kematian Hu Xiaodie (Yifan Zhang) yang bunuh diri di sekolah setelah dibully sekelompok gadis pembully yang jadi bos di sekolah. Chen Nian (Dongyu Zhou), tokoh utama dalam film ini berteman dengannya. Ia tahu bahwa Hu Xiaodie bunuh diri karena gak tahan dibully kelompok gadis pembully yang dipimpin Wei Lai (Ye Zhou).

Wei Lai (tengah) dan komplotannya

Seperti yang bisa diduga, Wei Lai ini berasal dari keluarga berada. Ya memang tidak sekaya Jack Ma atau Elon Musk, tapi at least kondisi sosial ekonomi Wei Lai jauh di atas Chen Nian. Chen Nian tinggal bersama ibunya di rumah kumuh sambil dikejar-kejar debt collector. Wei Lai jelas hidupnya gak pernah susah sama sekali.

Tentu, film ini gak akan saya rekomendasikan ke semua orang karena bisa bikin trauma, terutama bagi korban bully di sekolah. Ada dialog dalam film ini yang menyebut “You either tukang bully atau korban bully” karena kasus bullying ini banyak terjadi di seluruh dunia, mulai dari China, Amerika, Korea Selatan, Jepang, bahkan Indonesia.

Baca tulisan saya berikut: Tukang Bully HIdupnya Sengsara? Cuma Ada di Cerita Fiksi, Bos!

Bullying yang dilakukan Wei Lai ini gak cuma bully secara verbal. Mereka pun melakukan bullying secara fisik. Di film ini, Wei Lai gak segan segan mukulin Chen Nian sambil memvideokannya serta menyebarkannya ke internet. Bahkan, gak cukup sampai mukulin doang, ia melucuti pakaian Chen Nian dengan maksud agar mereka benar-benar merasa terhina.

Suatu ketika, Chen Nian tidak sengaja bertemu dengan anak laki-laki sebayanya yang lagi dipukulin sama geng anak laki-laki yang kelakuannya sama Dajjalnya dengan Wei Lai. Chen Nian yang niat nelpon polisi, berakhir digebukin geng anak laki-laki tersebut. Chen Nian bahkan dipaksa mencium anak laki-laki tersebut. They’re the worse of the worse pokoknya mah!

Setelah dicium Chen Nian, anak laki-laki tersebut bangkit dan melawan. Kaget dengan perlawanan anak laki-laki tersebut, akhirnya geng anak laki-laki itu mundur. Singkat cerita, Chen Nian dan anak laki-laki tersebut, Xiao Bei (Jackson Yee) pun berteman. Mereka punya nasib yang sama dan punya background yang kurang lebih sama sehingga bisa lebih cepat nyambung.

Permasalahan bullying yang terjadi di sekolah Chen Nian ini masih berlangsung, by the way. Polisi menyelidiki penyebab Hu Xiaodie bunuh diri dengan turun tangan menanyai para saksi yang ada di sekolah, termasuk Chen Nian. Tentu, para siswa dan siswi di sekolah tahu bahwa Hu Xiaodie bunuh diri bukan karena tekanan akademik, tapi karena dibully Wei Lai. Tapi gak ada yang berani speak up.

Selain menyoroti masalah bullying, film ini pun menampilkan ketatnya proses akademik siswa SMA di China. Menjelang ujian masuk universitas, jutaan siswa belajar dengan ketat dari pagi hingga sore di sekolah. Tak jarang, sampai malam. Itu pun belum ditambah dengan belajar mandiri di rumah. Menjadi masuk akal karena populasi China itu sangat banyak, lebih dari satu miliar jiwa sehingga seleksi masuk universitas sangatlah ketat. Guru-guru di sekolah Chen Nian pun berkata mereka harus memaksa mereka dengan urusan akademik seketat ini karena persaingan di dunia kerja lebih parah dari ini. Saya jadi teringat dengan masa-masa tersebut, di mana, ketika SMA, saya pun melakan hal yang sama. Bedanya, saat itu saya tidak berhasil masuk kampus imoian saya.

Saya pikir, film ini bakalan happy ending kayak film-film bertemakan bullying dari Amerika yang biasa saya tonton sejak tahun 90an. Ternyata tidak. Film ini dibalut dengan cerita detektif-detektifan yang cukup menguras otak karena terdapat polisi bernama Lao Yang (Jue Huang) yang bersimpati pada kasus bullying yang melibatkan Chen Nian di sekolahnya. Saya sendiri gak mau spoiler, pokoknya tonton aja sendiri.

Anyway, saya bisa menobatkan film Better Days ini sebagai salah satu film China terbaik yang pernah saya tonton. Gak cuma saya aja sih yang setuju, karena film ini dapat nominasi Oscar pada kategori Best International Feature Film. Seluruh perasaan campur aduk saat nonton ini, mulai dari marah, sedih, hingga gembira. Marah karena bullying, sedih karena ketidakhadiran orang tua, dan gembira karena unsur cinta dalam film ini.

Masalah bullying ini udah terjadi sejak saya SD. Makanya saat saya SMP, saya tanpa banyak basa-basi langsung belajar bela diri karate. Saya gak mau jadi korban bully yang diam saja. Saya ingin melawan. Saat saya nonton film ini pun rasanya saya ingin memukuli Wei Lai dan kawanannya saking gregetnya. Saat SMP dan SMA pun, orang tua saya pernah dipanggil pihak sekolah karena keterlibatan saya dalam berbagai perkelahian remaja. Memang tidak seekstrim kasus Chen Nian dalam film ini sih, tapi ya cukup besar juga kasusnya pada masa itu.

Simak tulisan saya berikut: 4 Hal yang Menginspirasi Saya Belajar Karate